Teori-teori Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Untuk membantu mencapai prestasi belajar yang maksimal maka perlu mengetahui dan memahami teori-teori belajar. Dengan memahami kelebihan dan kelemahan teori-teori belajar diharapkan dapat membantu dalam mengupayakan apa yang seharusnya dilakukan dalam kegiatan belajar.
Teori-teori belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia mempunyai daya-daya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk semua hal. Daya-daya itu misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2003 : 17).
Berdasarkan teori ini dalam belajar harus melatih semua daya yang dimiliki, misalnya daya ingat dan daya berpikir. Dengan daya-daya yang dimiliki, seseorang dapat tumbuh dan berkembang. Menurut pandangan teori ini ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar hanyalah bersifat hafalan saja.
2) Teori Tanggapan
Teori tanggapan berpandangan bahwa belajar adalah memasukkan kesan yang berupa ilmu pengetahuan dengan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang, dan sejelas-jelasnya. Oleh karena itu orang yang dikategorikan pandai berdasarkan teori ini adalah orang yang mempunyai banyak kesan yaitu ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam otaknya.
Kelebihan dari teori ini adalah bahwa dalam belajar dibutuhkan pengetahuan sebanyak-banyaknya yang dipelajari secara berulang-ulang dan sejelas-jelasnya, hal ini menuntut seseorang untuk lebih rajin dan tekun belajar. Sedangkan kelemahannya adalah belajar bukan hanya memasukkan tanggapan atau kesan ke dalam otak yang sebanyak-banyaknya tetapi juga dibutuhkan pemahaman, sehingga pengetahuan yang dimiliki dapat diterapkan sebagaimana mestinya, selain itu pandai atau tidaknya seseorang bukan hanya ditentukan oleh banyak atau sedikitnya tanggapan yang ia miliki, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam memahami dan menerapkan pengetahuan yang ia miliki.
3) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Menurut teori ini belajar secara keseluruhan lebih penting daripada mempelajari bagian demi bagian, karena di dalam keseluruhan sudah terdapat bagian-bagian. Jadi dalam belajar harus berusaha untuk menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain, materi atau bahan pelajaran tidak dianggap terpisah melainkan suatu kesatuan yang saling berhubungan. Materi pelajaran yang baru harus dihubungkan dengan materi yang telah lama dikuasai sehingga didapatkan suatu keseluruhan, dengan demikian dapat diperoleh suatu pengertian yang utuh.
4) Teori Belajar dari R. Gagne
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh perubahan secara keseluruhan baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
5) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Teori ilmu jiwa asosiasi disebut juga teori Sarbond (stimulus, respons, dan bond). Stimulus berarti rangsangan, respon berarti tanggapan, dan bond berarti dihubungkan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya dan terjadilah asosiasi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2003:23)
Dalam aliran ilmu jiwa asosiasi terdapat dua teori yaitu teori konektionisme dari Thorndike dan teori Conditioning dari Ivan P-Pavlov, untuk memahami mengenai kedua teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Teori Konektionisme
Menurut teori ini belajar pada dasarnya adalah gabungan antara kesan panca indera dengan impuls untuk bertindak. Artinya adalah dalam belajar akan terbentuk hubungan antara rangsangan dan tanggapan, apabila rangsangan dan tanggapan tersebut sering dilatih maka akan terjadi hubungan yang erat.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2003:25) kelemahan dari teori konektionisme adalah sebagai berikut:
1) ”Belajar bersifat mekanistis
2) Belajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)
3) Anak didik pasif
4) Mengutamakan materi”
Kelemahan dari teori konektionisme tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Belajar bersifat mekanistis
Artinya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh siswa banyak bersifat hafalan. Siswa hanya hafal bahan-bahan pelajaran tertentu tetapi kurang mengerti cara pemakaian atau penerapannya. Dengan demikian pengetahuan yang dimiliki siswa hanya sebatas hafalan semata, sehingga mereka tidak benar-benar mengerti dan memahami apa yang telah dipelajari karena siswa hanya berusaha untuk menghafal saja tanpa dilengkapi dengan pemahaman mengenai fungsi atau kegunaan dari pengetahuan yang mereka miliki.
2) Belajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru) Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terpusat pada guru, artinya guru yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai pembuat keputusan sehingga kurang memperhatikan pendapat siswa.
3) Anak didik pasif
Siswa cenderung bersikap pasif karena ia mengharapkan stimulus dari guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, siswa beranggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar sehingga tidak berusaha untuk mencari sumber belajar lain.
4) Mengutamakan materi
Artinya dalam kegiatan pembelajaran lebih diutamakan pemberian materi yang banyak kepada siswa. Dengan pemberian materi yang banyak diharapkan siswa memiliki pengetahuan yang banyak pula. Padahal materi-materi pelajaran yang diberikan kepada siswa belum tentu dapat benar-benar dimengerti dan dipahami oleh siswa, sehingga terkadang pemberian materi tersebut terasa sia-sia bila tidak disertai dengan kemampuan siswa dalam mengerti, memahami, dan menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari.
b) Teori Conditioning
Alex Sobur (2003:223) menyatakan ”Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespons terhadap stimulus tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain.”
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:27) kelemahan-kelemahan teori Conditioning apabila diterapkan dalam kegiatan belajar adalah sebagai berikut:
1) Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.
2) Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya) dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
3) Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.
4) Teori ini sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks.
Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Untuk membantu mencapai prestasi belajar yang maksimal maka perlu mengetahui dan memahami teori-teori belajar. Dengan memahami kelebihan dan kelemahan teori-teori belajar diharapkan dapat membantu dalam mengupayakan apa yang seharusnya dilakukan dalam kegiatan belajar.
Teori-teori belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia mempunyai daya-daya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk semua hal. Daya-daya itu misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2003 : 17).
Berdasarkan teori ini dalam belajar harus melatih semua daya yang dimiliki, misalnya daya ingat dan daya berpikir. Dengan daya-daya yang dimiliki, seseorang dapat tumbuh dan berkembang. Menurut pandangan teori ini ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar hanyalah bersifat hafalan saja.
2) Teori Tanggapan
Teori tanggapan berpandangan bahwa belajar adalah memasukkan kesan yang berupa ilmu pengetahuan dengan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang, dan sejelas-jelasnya. Oleh karena itu orang yang dikategorikan pandai berdasarkan teori ini adalah orang yang mempunyai banyak kesan yaitu ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam otaknya.
Kelebihan dari teori ini adalah bahwa dalam belajar dibutuhkan pengetahuan sebanyak-banyaknya yang dipelajari secara berulang-ulang dan sejelas-jelasnya, hal ini menuntut seseorang untuk lebih rajin dan tekun belajar. Sedangkan kelemahannya adalah belajar bukan hanya memasukkan tanggapan atau kesan ke dalam otak yang sebanyak-banyaknya tetapi juga dibutuhkan pemahaman, sehingga pengetahuan yang dimiliki dapat diterapkan sebagaimana mestinya, selain itu pandai atau tidaknya seseorang bukan hanya ditentukan oleh banyak atau sedikitnya tanggapan yang ia miliki, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam memahami dan menerapkan pengetahuan yang ia miliki.
3) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Menurut teori ini belajar secara keseluruhan lebih penting daripada mempelajari bagian demi bagian, karena di dalam keseluruhan sudah terdapat bagian-bagian. Jadi dalam belajar harus berusaha untuk menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain, materi atau bahan pelajaran tidak dianggap terpisah melainkan suatu kesatuan yang saling berhubungan. Materi pelajaran yang baru harus dihubungkan dengan materi yang telah lama dikuasai sehingga didapatkan suatu keseluruhan, dengan demikian dapat diperoleh suatu pengertian yang utuh.
4) Teori Belajar dari R. Gagne
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh perubahan secara keseluruhan baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
5) Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Teori ilmu jiwa asosiasi disebut juga teori Sarbond (stimulus, respons, dan bond). Stimulus berarti rangsangan, respon berarti tanggapan, dan bond berarti dihubungkan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya dan terjadilah asosiasi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2003:23)
Dalam aliran ilmu jiwa asosiasi terdapat dua teori yaitu teori konektionisme dari Thorndike dan teori Conditioning dari Ivan P-Pavlov, untuk memahami mengenai kedua teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Teori Konektionisme
Menurut teori ini belajar pada dasarnya adalah gabungan antara kesan panca indera dengan impuls untuk bertindak. Artinya adalah dalam belajar akan terbentuk hubungan antara rangsangan dan tanggapan, apabila rangsangan dan tanggapan tersebut sering dilatih maka akan terjadi hubungan yang erat.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2003:25) kelemahan dari teori konektionisme adalah sebagai berikut:
1) ”Belajar bersifat mekanistis
2) Belajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)
3) Anak didik pasif
4) Mengutamakan materi”
Kelemahan dari teori konektionisme tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Belajar bersifat mekanistis
Artinya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh siswa banyak bersifat hafalan. Siswa hanya hafal bahan-bahan pelajaran tertentu tetapi kurang mengerti cara pemakaian atau penerapannya. Dengan demikian pengetahuan yang dimiliki siswa hanya sebatas hafalan semata, sehingga mereka tidak benar-benar mengerti dan memahami apa yang telah dipelajari karena siswa hanya berusaha untuk menghafal saja tanpa dilengkapi dengan pemahaman mengenai fungsi atau kegunaan dari pengetahuan yang mereka miliki.
2) Belajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru) Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terpusat pada guru, artinya guru yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai pembuat keputusan sehingga kurang memperhatikan pendapat siswa.
3) Anak didik pasif
Siswa cenderung bersikap pasif karena ia mengharapkan stimulus dari guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, siswa beranggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar sehingga tidak berusaha untuk mencari sumber belajar lain.
4) Mengutamakan materi
Artinya dalam kegiatan pembelajaran lebih diutamakan pemberian materi yang banyak kepada siswa. Dengan pemberian materi yang banyak diharapkan siswa memiliki pengetahuan yang banyak pula. Padahal materi-materi pelajaran yang diberikan kepada siswa belum tentu dapat benar-benar dimengerti dan dipahami oleh siswa, sehingga terkadang pemberian materi tersebut terasa sia-sia bila tidak disertai dengan kemampuan siswa dalam mengerti, memahami, dan menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari.
b) Teori Conditioning
Alex Sobur (2003:223) menyatakan ”Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespons terhadap stimulus tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain.”
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:27) kelemahan-kelemahan teori Conditioning apabila diterapkan dalam kegiatan belajar adalah sebagai berikut:
1) Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.
2) Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya) dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
3) Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.
4) Teori ini sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks.
No comments:
Post a Comment